Parapapapapapapapapa Parapapapapapapapapa Paparapapaparapa kla ki bum Parapapappapapapa
Begitulah petikan hook dari lagu Rap das Armas yang dipopulerkan oleh MC Cidinho e MC Doca membuai puluhan muda-mudi Brazil di sebuah klub di dalam favela (daerah pinggiran yang kumuh di Brazil) yang bernama Morro da Babilonia. Korupsi dan Dua sahabat yang merupakan polisi yang jujur, Neto (Caio Junqueira) dan Matias(André Ramiro), menyelinap masuk ke dalam daerah tersebut untuk menyelamatkan komandannya, Fabio yang dibawa bersama rekan polisinya untuk ber-‘dialog’ dengan geng disana. Baku tembak akhirnya tak terelakkan, kekuatan polisi tidak sanggup menghadapi kekacauan disana. Di saat seperti ini B.O.P.E (Batalhão de Operações Policiais Especiais) sebuah kesatuan polisi militer yang merupakan spesialis di bidang urban warfare ini turun tangan beserta dengan komandannya, Captain Nascimento (Wagner Moura) yang ternyata juga sedang mencari pengganti dirinya di BOPE setelah kelahiran anak pertamanya. Takdir mempertemukan antara Neto, Mathias dan Nascimento yang kemudian mempengaruhi kehidupan mereka masing-masing. Bagaimana dampak pada kehidupan Neto dan Mathias selanjutnya paska kejadian di Morro da Babilonia tersebut? Lalu siapakah yang akan menggantikan posisi Nascimento?
Hal yang patut diperhatikan dari film besutan José Padilha ini adalah bagaimana ia berhasil manampilkan kebobrokan sistem dan moral para instansi terkait dan masyarakat kalangan atas yang kemudian saling terkait dalam jalinan konflik yang terjadi pada karakter-karakter di dalam film ini. Penggambaran para 'preman' dalam seragam penegak hukum, peredaran ganja yang begitu mudahnya menjangkau anak-anak muda dan penggambaran-penggambaran lainnya cukup membuat film ini tidak mudah untuk dilupakan. Tak lupa pula, eksplorasi para karakter dengan masalah-masalahnya pribadi. Matias yang selain seorang polisi militer juga seorang mahasiswa hukum dimana polisi sangat dibenci oleh mahasiswa yang mayoritas merupakan anak-anak dari kalangan atas, Neto yang merupakan tipe ‘gila aksi’, namun ceroboh, dan juga Nascimento, seorang komandan yang percaya bahwa brute force dapat mendatangkan keadilan yang dengan pekerjaannya tersebut ia mempertaruhkan kehidupan pribadi serta pernikahannya. Semua konflik serta masalah lainnya kemudian dicampur dengan sekuens-sekuens aksi seperti betapa kerasnya ketika BOPE beraksi di dalam favela, bagaimana pelatihan serta rekruitmen yang mereka lakukan dan lain-lainnya. Saya sebagai penggemar film-film aksi dimanjakan dengan realisme yang ditampilkan seperti hal-hal diatas. Dan sepertinya wajar saja karena film ini diadaptasi dari sebuah buku berjudul “Elite da Tropa” oleh Luiz Eduardo Suarez serta 2 mantan anggota BOPE, yaitu Andre Batista dan Rogdrigo Pimentel.
Dari departemen cerita pun cukup menarik. Braulo Mantovani, José Padilha dan lainnya sebagai penulis skrip ini dengan sukses memadukan berbagai permasalahan sosial di masyarakat dengan konflik-konflik yang dialami para karakter yang akhirnya membawa mereka ke tingkat yang lebih tinggi dimana pengorbanan yang mereka lakukan akan memengaruhi segalanya.
Akting dari Wagner Moura sangat memukau disini. Ia mampu memberikan suatu kharisma seorang pemimpin yang meski sedang dilanda masalah tetap memberikan yang terbaik bagi negaranya. Ekspresi yang ditampilkannya tidak lebai dan dibuat-buat, terutama pada beberapa scene drama. Begitu pula dengan André Ramiro dan Caio Junqueira yang apik sekali sebagai newbie di kepolisian. Totalitas para casts lainnya yang patut diacungi jempol pula membuat film yang sukses secara komersil di Brazil ini mampu menyandingkan dirinya dengan film Brazil lainnya yang legendaris, City of God.
Namun film yang merupakan kiprah kedua Jose Padilha setelah menyutradarai documenter Bus 174 ini tidak luput pula dari kekurangannya. Di pertengahan film terasa mulur dengan dialog-dialog yang agaknya kurang ‘mengena’. Hal ini cukup membosankan meski esensi dari interaksi-interaksi antar karakter tersebut penting.
Elite Squad secara keseluruhan berhasil menarik perhatian publik karena kerealistisannya serta intensitas para karakternya. Tampak totalitas dari José Padilha dalam mengeksekusi dan membawa penonton untuk tenggelam di dalam rangkaian drama para karakternya dan sekuens-sekuens aksi yang mampu membuat penonton menahan napas. Ini merupakan awal dari sebuah dwilogi yang baik dimana pada sekuelnya, Tropa de Elite: O Inimigo Agora É Outro atau Elite Squad: The Enemy Within mampu mengimbangi (bahkan melebihi) kualitas dari film pertamanya ini.
RATING: 4.5/5